Seorang penyadap terampil setiap harinya mampu menyadap pohon
karet sebanyak 500-550 pohon untuk areal datar dan 400 – 450
pohon untuk areal bergelombang. Areal yang dapat disadap oleh seorang tenaga
penyadap disebut anca sadap. Pohon-pohon
yang berada di batas anca ditandai Secara umum, dengan mengacu besar anca tersebut, maka untuk dapat
menerapkan sistem penyadapan ideal, hamparan kebun karet yang dikelola minimal
2 ha, dengan asumsi setiap ha terdiri dari 500 -550 pohon. Artinya, setiap ha
disadap pada hari yang berbeda, sehingga pada setiap ha pula tanaman mengalami
istirahat sehari untuk tidak disadap. Dengan kata lain, didapati 2 anca dengan
frekuensi sadap sekali 2 hari (d/2). Demikian pula bila terdapat areal kebun
karet seluas 3 ha dengan populasi yang sama, penyadapan bergiliran setiap hari
akan berkonsekuensi kepada pengistirahatan setiap ha selama 2 hari. Dengan kata
lain, didapati 3 anca dengan frekuensi sadap sekali 3 hari (d/3). Bila terdapat
luasan kebun karet yang disadap kurang dari 1 ha, maka prinsip baku tidak
membenarkan seluruh tanaman disadap setiap hari (d/1), karena proses
pembentukan lateks membutuhkan waktu kurang lebih 48 jam. Dengan kata lain,
penyadapan setiap hari pada tanaman yang sama hanya menghasilkan air dan
menjadikan tanaman singkat umur ekonominya. Konsekuensinya, anca sadap harus
dikurangi, yakni tidak harus 500- 550 pohon pada setiap hari. Dengan anca sadap
yang disesuaikan, maka tanaman mengalami periode istirahat yang berdampak kepada
perolehan produksi yang berkesinambungan. Sebaliknya, penyadapan dengan
istirahat lebih dari 3 hari (d/4), maka tidak berarti Hevea mengeluarkan lateks lebih banyak. Dengan kata lain,
pengistirahatan yang lebih lama dari 3 hari hanya tindakan sia-sia dan menjadi
tidak ekonomis. Karena itu, anca sadap menjadi sangat penting untuk dapat
memperoleh hasil yang tinggi. Idealnya, penyadapan dilakukan dengan d/3 (sekali
3 hari, yakni lazim disebut anca A, B dan C), disertai dengan aplikasi
stimulan. Bila tanpa stimulan, dapat penyadapan dilakukan dengan d/2 (sekali 2
hari, lazim disebut anca A dan B). Tidak dibenarnya menyadap d/1 (setiap hari
pada tanaman yang sama). Pembagian anca dan frekuensi sadap ini berkonsekuensi
pula kepada jumlah hari sadap per bulan atau per tahun pada anca yang sama.
Kombinasi dari jumlah hari sadap, anca sadap, dan sistem penyadapan yang
diterapkan menjadi faktor-faktor yang menentukan produksi dari aspek teknis.
Tentu saja, faktor klon dan posisi bidang sadap turut mempengaruhinya.
Segi manajemen dari anca sadap yang juga harus diterapkan adalah
bahwa pohon yang lebih awal disadap akan mengalirkan lateks lebih lama
dibandingkan pohon yang disadap kemudian. Bila penyadapan dimulai tetap pada
pohon yang sama, dapat menyebabkan rendahnya produktivitas pohon yang disadap
belakangan. Karena itu, pohon awal yang disadap sebaiknya digilir. Pohon yang
disadap paling akhir pada penyadapan berikutnya pada saat gilirannya disadap
paling awal pada hari sadap berikutnya.
Hal yang harus dipedomani
Jelas, bahwa penggunaan stimulansia memiliki resiko terhadap
kesinambungan produksi. Sepanjang produktivitas, baik dalam volume lateks dan
KKK per tanaman tidak dicermati, maka stimulansia menjadi senyawa yang
merugikan. Demikian juga bila frekuensi sadap dan frekuensi serta konsentrasi
penggunaan stimulansia relatif tinggi, maka stimulansia justru akan
menghentikan kesinambungan produksi. Karena itu, penggunaan stimulansia wajib
memantau secara periodik dan berkesinambungan hal-hal di bawah ini.
Produktivitas
Produktivitas dalam satuan volume
dari penyadapan yang diperoleh dengan menggunakan stimulansia harus lebih
tinggi 40% bila dibandingkan dengan penyadapan yang tidak menggunakan
stimulansia. Dalam hal ini, frekuensi penyadapan adalah sama, yakni d/3 atau
d/4. Dengan kata lain, terjadi peningkatan produksi sebesar 40% dari penyadapan
tanpa stimulan dengan frekuensi sadap yang sama. Pola peningkatan produksi itu
semakin menurun hingga penyadapan ke 4- 5 (catatan : lazim disebut hingga pisau
ke 4 – 5). Pada saat produktivitas penyadapan ke 4- 5 sudah sama dengan sebelum
penggunaan stimulan, maka penggunaan berikutnya dapat dilakukan. Dengan kata
lain, pola peningkatan produksi pada penyadapan pertama setelah penggunaan
stimulan tinggi, kemudian perlahan menurun hingga penyadapan ke 4- 5. Bila
keadaan ini tidak tercapai, maka yang segera harus diperiksa adalah konsentrasi
stimulan, teknik aplikasi stimulan, waktu penggunaan stimulan dan konsistensi
frekuensi sadap (d/3 atau d/4).
Kadar Karet Kering
Dengan
menggunakan stimulan, maka KKK pada umumnya menurun. Sepanjang penurunan itu
tidak lebih dari 3%, maka penggunaan stimulan dapat diteruskan. Bila penurunan
KKK lateks sudah > 3%, maka langkah yang harus ditempuh adalah :
menghentikan penggunaan stimulan.
Kering Alur Sadap
Dengan menggunakan stimulan, maka potensi KAS menjadi
tinggi. Bila angka KAS (parsial maupun total) sudah > 8% dari suatu kompleks
pertanaman (yakni yang sama tahun tanam dan tahun mulai sadapnya), maka
penggunaan stimulan segera dihentikan dan frekuensi sadap diperjarang dari d/3
menjadi d/4 selama 3 bulan
XIII.
PENANGANAN HASIL SKALA KEBUN DAN PRINSIP DASAR HARGA
Sebelum diolah untuk menjadi barang jadi, getah yang menetes
dari hevea idealnya dalam skala kebun
dapat dilakukan penanganan bahan olah. Hubungan antara jenis bahan olah dan bahan setengah jadi
sangat terkait satu sama lain. Dengan kata lain, barang jadi karet ditentukan
oleh jenis bahan olah yang dihasilkan kebun dan bahan setengah jadi. Dominan
ekspor karet nasional bahan setengah jadi. Gerak industri dalam negeri sangat
diharapkan mampu menyerap bahan setengah jadi karet alam tersebut sehingga
tidak harus diekspor dan Indonesia mampu sebagai penghasil barang jadi karet. Kondisi saat ini, dominan barang jadi karet
yang kita gunakan masih diimpor. Fenomena ini sesungguhnya sangat
memprihatinkan.
Tabel 50. Jenis bahan olah karet. Bahan
setengah jadi dan proyeksi barang jadi karet yang dihasilkan
Jenis bahan olah
|
Bahan setengah jadi
|
Barang jadi karet utama
|
Lateks
|
1.Lateks pekat
|
Benang, balon, sarung tangan, kondom
|
2.Karet konvensional (RSS/ADS, SIR 3 CV, SIR 3 L, SIR 3 WF)
|
Ban
aneka jenis kenderaan, aneka bantalan mesin dan dermaga serta bantalan
bangunan tahan gempa dan rel kereta api, belt conveyor, sol sepatu
|
|
3.Karet mutu tunggi (SIR-3CV, SIR-3L,
SIR- 3WF)
|
||
4. Pale crepe
|
||
Koagulum
|
5. SIR 5, SIR 10, SIR
20
|
|
6.
Brown crepe (lump,sleb,dll)
|
RSS = Ribbed Smoked Sheet
ADS = Air Dried Sheet
SIR = Standart Indonesian Rubber
Harga jenis bahan olah dan bahan setengah jadi sangat
berhubungan dengan harga internasional. Data puluhan tahun menunjukkkan bahwa
harga karet untuk setiap jenis bahan setengah jadi selalu berubah, tergantung
pada dinamika pasar sebagai konsekuensi dari dinamika harga barang jadi karet
dan aspek-aspek lain dalam perdagangan komoditas. Dengan demikian, harga jenis
bahan olah, yang dinikmati pekebun karet, juga dinamis mengikuti harga bahan
setengah jadi tersebut. Dalam skala kebun, penanganan hasil untuk memperoleh
mutu karet alam yang baik sehingga pekebun kecil kelak memperoleh tingkat harga
yang tinggi dapat dilakukan beberapa penanganan dasar sebagai berikut.
Tabel 51. Standar mutu bokar sesuai SNI 06 – 2047 – 1998
Parameter
|
Satuan
|
Persyaratan
|
|||
lateks
|
sit angin
|
slep
|
lump
|
||
KKK minimal
Mutu 1
Mutu 2
|
%
|
28
20
|
|
|
|
Ketebalan
maksimal
Mutu 1
Mutu 2
Mutu 3
|
mm
|
|
3
5
10
|
50
100
150
|
50
100
150
|
Kotoran
|
|
|
bersih
|
bersih
|
bersih
|
Penggumpal
|
|
|
asam semut/cuka
|
asam semut/cuka
|
asam semut/cuka
|
XIV.1. Penanganan lateks kebun
Komposisi kima lateks
segar terdiri dari karet (cis poliisoprene) 25 - 40%, protein
& senyawa nitrogen 1 – 1,5%, asam
nukleat & nukleotida 1 –
1,5%, karbohidrat & inositol 1 – 2,0%, senyawa anorganik 0,5-1,0%, dan air
60-70% dengan pH 6,8. Komposisi ini menjadikan lateks mudah membeku menjadi
koagulum ketika terkena udara, tercemar mikroorganisme atau oleh sebab gangguan
lainnya. Mikroorganisme menyebabkan protein dan karbohidrat terurai menjadi
asam-asam yang berantai molekul pendek. Asam-asam ini menurunkan pH lateks. Bila penurunan pH mencapai 4,5 – 5,5 terjadi
koagulasi (penggumpalan). Untuk menjaga
agar lateks tidak segera menggumpal,
maka sejak menetes dari pohon, lateks
harus mengacu kepada hal-hal sebagai berikut.
Menjaga kebersihan
Faktor kebersihan meliputi keadaan kebun dan seluruh peralatan
yang dipergunakan. Areal TM harus
terpelihara tetap bersih, sehingga kelembaban berkurang dan perkembangan
mikroba kebun dapat ditekan. Peralatan yang kontak langsung dengan lateks
seperti pisau sadap, talang, mangkok, ember lateks, tangki penampung, tangki
pengangkutan, dan tangki pengumpul di pabrik harus selalu dalam keadaan
bersih. Untuk menjamin kebersihan peralatan ini
diperlukan pengawasan yang ketat setiap harinya.
Pemberian zat anti penggumpal
Untuk mencegah dan menekan perkembangan
mikroba, beberapa bahan kimia dapat ditambahkan ke dalam tangki pengumpul di
TPH, paling lambat 5 jam setelah penyadapan.
Jenis bahan anti penggumpal yang dibubuhkan tergantung pada jenis karet
yang akan dihasilkan.
Tabel 52. Bahan pengawet amonia yang dibubuhkan pada lateks untuk
setiap jenis mutu karet yang dihasilkan
Spesifikasi bahan setengah jadi
|
Bentuk anti penggumpal
|
Dosis (%/b/b)
|
Lateks pekat (HA)
|
gas
|
0,6 – 0,7
|
Lateks pekat (LA)
|
gas
|
0,45 – 0,55
|
Lateks dadih (HA)
|
gas
|
1,0 – 1,5
|
Lateks dadih (LA)
|
gas
|
0,75 – 1,0
|
RSS
|
2,5% larutan
|
0,02
|
ADS
|
2,5% larutan
|
0,02
|
Sit SMPT
|
2,5% larutan
|
0,10
|
SIR 3 CV
|
5% larutan
|
0,03
|
SIR 3 WF
|
5% larutan
|
0,03
|
SIR 3L
|
5% larutan
|
0,02
|
Zat penggumpal ramah lingkungan
Pengangkutan lateks
Anti penggumpal yang paling banyak dipergunakan adalah amonia.
Dosis amonia yang dipergunakan untuk setiap jenis bahan setengah jadi tertera
pada Tabel. Untuk ADS, SIR 3CV, dan SIR
3L, pemberian bahan kimia masih diperlukan setelah terkumpul di tangki pabrik. Dalam keadaan mendung atau musim penghujan,
pembubuhan bahan pengawet harus lebih cepat, yaitu antara pukul 11.30 – 12.00,
untuk menghindari prakoagulasi (pembuburan) yang disebabkan oleh air hujan.
Bila lateks mengalami prakoagulasi, maka pemberian bahan pengawet sudah tidak
berpengaruh banyak dan mutu lateks akan tetap rendah.
Lateks yang dikumpulkan di tangki TPH paling lambat sampai di
pabrik 10 jam setelah sejak penyadapan. Dengan kata lain, sejak dari tangki TPH
hingga ke pabrik waktu yang tersedia adalah 5 jam. Karena itu, kapasitas angkut, jumlah lateks
yang diangkut, jarak kebun ke pabrik dan
manajemennya adalah faktor-faktor yang harus dipertimbangkan.
Tabel 53. Pembubuhan bahan pengawet di tangki pabrik untuk bahan setengah jadi tertentu
Spesifikasi bahan setengah jadi
|
Bahan tambahan di tangki pabrik
|
Dosis (%/b/b)
|
ADS
|
5 - 10% NaHSO3
|
0,02
|
SIR 3 CV
|
5 – 10% HNS
|
0,01 – 0,015
|
SIR 3L
|
5- 10% NaHSO3
|
0,03
|
XIV.2. Penanganan koagulum
Dari suatu perkebunan karet yang telah disadap dapat dihasilkan
dua jenis bahan olah, yaitu lateks dan
koagulum. Perbandingan yang baik untuk memproduksinya adalah 80% : 20%, yang
mensyaratkan adanya penanganan intensif dari tetesan lateks yang mengalir. Penanganan bahan olah yang kurang baik di
kebun ditandai dengan semakin besarnya jumlah lateks yang rusak/menggumpal
membentuk koagulum. Perkebunan karet
rakyat di Indonesia
umumnya hanya memproduksi koagulum, karena mudah penanganannya, dapat disimpan lama
untuk melihat perkembangan harga, dan seringkali kebersihannya kurang bahkan
dicampur oleh berbagai bahan untuk menambah beratnya. Koagulum ini dikenal
dengan nama bahan olah karet rakyat (bokar), sebagai jenis bahan setengah jadi
yang paling dominan di Indonesia .
Data ekspor karet alam Indonesia
misalnya menunjukkan bahwa bahan setengah jadi yang paling dominan adalah SIR
20. Angka 20 menyatakan kadar kotoran bahan setengah jadi, dalam persen. Indonesia
dikenal sebagai Negara eksportir karet alam yang tertinggi kadar kotorannya.
Koagulum sejatinya terdiri dari dua jenis utama yakni yang
mengalami penggumpalan secara alami (disebut skrep atau lum) dan penggumpalan
buatan atau sengaja digumpalkan (disebut sleb tipis, sit angin, crape). Skrep adalah lateks yang
mengering pada alur sadap, sedangkan lum mangkok adalah lateks yang berasal
dari tetesan lanjut yang menggumpal di mangkuk penampung setelah pengutipan
lateks.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penanganan skrep dan lum
mangkok adalah :
·
Kebersihan bahan, dijaga agar tidak tercampur dengan kulit kayu,
tatal, tanah, daun-daun, batu, dan kotoran lainnya.
·
Pengutipan, dilakukan setiap hari. Lum tidak boleh bertumpuk
dalam beberapa kali deres pada satu mangkok yang sama, karena dapat menyebabkan
variasi mutu lum yang cukup besar.
·
Tempat pengumpulan skrep dan lum mangkok harus dikumpulkan di
tempat yang bersih, kering, dan teduh baik saat di ancak sadap, TPH, maupun di
pabrik. Koagulum yang terkena sinar matahari atau hujan akan menurunkan nilai Po dan PRI.
·
Pengangkutan koagulum, dilakukan setiap hari dari TPH ke
pabrik. Koagulum yang lama tinggal di
TPH akan menurunkan mutunya, selain memungkinkan koagulum hilang.
Lum mangkok hanya dapat
diolah menjadi SIR 5, SIR 10, dan SIR 20.
Selain sebagai tetesan lanjut yang mengalami penggumpalan alami, lum
mangkok juga dapat sengaja diperoleh dengan menggumpalkan lateks dibubuhi 5%
asam cuka atau asam semut sebanyak 5-10 ml/mangkok. Cara pembuatan 5% adalah menggunakan rumus:
V1 x N1 = V2 x N2
dimana :
V1 = volume semula
N1 = kadar semula /yang diperjualbelikan (%)
V2 = volume yang diinginkan
N2 = kadar yang diinginkan (%)
Penanganan dasar lum segar
Beberapa teknik penanganan lump yang
dapat dilakukan oleh pekebun kecil sebagai upaya meningkatkan mutu dan harga
bokar yang dihasilkannya adalah dengan melakukan pengepresan, menghasilkan sit
angin dan menghasilkan sleb. Lum segar dipadatkan dengan alat pres (kempa) kayu
sederhana, dengan lama pengempaan 2 – 3 jam. Waktu ini sudah cukup untuk mengeluarkan serum lum,
sehingga KKK lum akan meningkat. Dengan
demikian, perlakuan pres akan menguntungkan selama penyimpanan lum karena akan
meningkatkan KKK.
Tabel 54. Perbandingan Kadar Karet Kering(%) lump mangkok menurut waktu simpan dan perlakuan pres
Penyimpanan (hari)
|
Tanpa di pres
|
Di pres 2- 3 jam
|
0
|
40 – 50 %
|
55 – 60%
|
1
|
45 – 50%
|
60 – 65%
|
5
|
55 – 60%
|
70 – 75%
|
10
|
60 – 65%
|
80 – 85%
|
Penanganan untuk membuat sit angin
Penanganan lain dari koagulum yang diperoleh dari lateks yang
sengaja digumpalkan adalah sit angin. Sit angin berupa lembar-lembar karet
dengan ketebalan 2 – 4 mm. Sit angin merupakan bahan olah karet berbentuk
koagulum dengan mutu paling baik yang dapat dihasilkan oleh pekebun kecil,
karena bersih dari kotoran dan benda-benda asing. Sit angin dibuat dengan cara
sebagai berikut :
·
Lateks kebun diencerkan dengan air besih di
dalam ember yang bersih dengan perbandingan 1 : 1. (10 liter lateks diencerkan dengan 10 liter
air). Campuran tersebut diaduk perlahan-lahan hingga merata.
·
Saring campuran tadi ke dalam bak
penggumpal dengan saringan lateks, terbuat dari aluminium berukuran 40-60 mesh.
Jika saringan itu tidak ada, dapat dipakai saringan santan
kelapa yang terbuat dari nilon atau aluminium.
·
Lateks yang berada dalam bak pembeku dibubuhi larutan 5% asam
format sebanyak 20-30 ml/liter lateks. Pembubuhan asam tersebut dilakukan
sedikit demi sedikit sambil diaduk rata.
Bak pembeku terbuat dari wadah aluminium berukuran tinggi 5 cm, lebar
25-30 cm, dan panjang 40-50 cm.
·
Lateks dibiarkan selama 1,5-2 jam agar dapat menggumpal
sempurna. Penggumpalan yang baik diketahui dengan cara menusukkan lidi bersih
ke dalam koagulum. Jika tidak ada
butiran karet yang menempel pada lidi, berarti koagulum telah menggumpal
sempurna.
·
Koagulum yang telah menggumpal selanjutnya digiling dengan alat
penggiling yang memiliki dua jenis rol penggiling, yaitu rol polos dan rol
giling beralur. Koagulum digiling 3-4
kali pada rol polos dan 2 kali pada rol beralur sampai mencapai ketebalan 2- 4
cm.
·
Lembaran sit yang telah tipis dimasukkan ke dalam bak berisi air
bersih sambil dicuci untuk menghilangkan asam-asam yang terdapat pada permukaan
lembaran karet.
·
Lembaran karet yang telah bersih dianginkan dengan cara
menggantungnya pada rak-rak khusus ditempat teduh. Lembaran karet atau sit itu tidak boleh
terkena sinar matahari langsung atau hujan karena dapat menurunkan Po dan PRI. Semakin lama sit dikeringanginkan, akan
diperoleh sit yang memiliki KKK yang semakin tinggi pula.
Tabel 55. Perbandingan
Kadar Karet Kering sit angin menurut waktu penggantungan (hari)
Waktu penggantungan
(hari)
|
KKK (%)
|
1
– 2
|
60–
65%
|
3
– 5
|
66
– 75%
|
6
– 10
|
76
– 85%
|
11
- 15
|
86
– 95%
|
Penanganan untuk membuat sleb tipis
Selain sit angin, pekebun kecil juga dapat menangani produksinya
dengan membuat sleb tipis, yakni hasil penggumpalan lateks dengan asam
semut/asam cuka yang ketika masih lembek dipres hingga ketebalan maksimal 3 cm.
Teknik pembekuan sleb sama seperti pembekuan lateks untuk membuat sit angin.
Perbedaannya, bila volume lateks besar, maka bak penggumpal dapat dibuat dari
beton, dengan pengaturan ketebalannya dibuat sekat-sekat aluminium.
Teknik
pembuatan sleb tipis adalah sebagai berikut :
·
Lateks dituang ke dalam bak penggumpal yang telah
dibersihkan. Lateks tidak perlu
diencerkan terlebih dahulu.
·
Ke dalam bak dibubuhkan 5% asam format sebanyak 20-30 ml/liter,
kemudian diaduk merata.
·
Sewaktu lateks masih encer, dipasang sekat-sekat aluminium pada
slotnya.
·
Setelah 1,5-2 jam, lateks telah menggumpal dan dapat dikeluarkan
dari bak untuk diproses lebih lanjut.
Proses selanjutnya setelah sleb selesai dibuat adalah melakukan
pengempaan sleb sampai ketebalan < 3 cm.
Alat pres (kempa) dapat dibuat secara sederhana apabila alat kempa yang
standar tidak dimiliki. Dua lembar sleb disusun di atas papan berulir, kemudian
tutup dengan papan lain yang memiliki ulir pada kedua sisinya. Di atas papan yang kedua tadi disusun lagi 2
lembar sleb, kemudian ditutup kembali dengan papan berulir yang ketiga. Cara membuat sleb tipis dengan alat kempa
sederhana tersebut adalah sebagai berikut :
·
Jepit papan tersebut dengan pasak-pasak kayu yang telah
disediakan. Agar bantalan kayu dapat
menjepit sleb dengan kuat, pukul pasak kayu ke arah dalam pada kedua sisinya
sampai dicapai ketebalan sleb sekitar 3 cm.
·
Biarkan sleb dalam keadaan terjepit pada alat selama 1-2 jam
agar serum dan cairan lain yang dikandungnya dapat keluar sebanyak mungkin.
·
Setelah masa pengempaan cukup, buka bantalan penjepit dan
keringanginkan sleb tersebut di tempat teduh yang tidak terkena sinar matahari
dan hujan.
Semakin lama sleb tipis disimpan, maka
KKKnya akan semakin tinggi.
Penanganan untuk membuat crepe
Bentuk bahan olah lain adalah crepe atau blanket yang merupakan
bahan untuk pembuatan SIR 10 dan SIR 20.
Crepe dibuat dengan menggiling bekuan baik yang berasal dari lateks, lum
mangkok, ataupun sleb. Lum atau sleb yang dihasilkan petani umumnya bermutu
rendah karena koagulum disimpan di dalam air pada waktu yang cukup lama. Untuk meningkatkan mutu koagulum tersebut
dapat dilakukan penggilingan dengan mesin giling crepper standar. Sleb atau lum
digiling 8-10 kali dalam mesin crepper untuk menghasilkan blanket yang cukup
bersih. Penggilingan koagulum dimaksudkan untuk membersihkan kandungan bahan
bukan karet dan menghasilkan blanket dengan mutu yang seragam. Lembaran krep yang belum diolah harus dikeringanginkan
di dalam ruangan pengering yang bebas dari sinar matahari langsung dan curah
hujan.
XIV.3. Harga
bahan olah karet
Penanganan bahan olah karet
seperti yang diuraikan di atas adalah pengelolaan secara standar untuk
menghasilkan mutu karet ekspor yang diinginkan.
Pada perkebunan karet rakyat, bahan olah karet yang memenuhi standar
umumnya sulit dicapai. Seperti disebutkan,
bokar umumnya hanya dapat diolah menjadi SIR 20 yang harganya lebih rendah
dibandingkan kualitas karet ekspor lainnya
Rendahnya mutu Bokar lebih banyak disebabkan oleh tercampurnya
–sengaja atau tidak- dengan berbagai kotoran seperti tanah, pasir, serpihan
kayu, tatal, tali, kantong plastik, daun, kain perca, logam, rotan, dan
benda-benda lainnya. Kotoran tersebut
dapat tercampur pada saat pengumpulan lateks maupun sewaktu digumpalkan atau
disimpan. Adakalanya sebelum di lelang, sleb
diletakkan sembarangan di tepi jalan. Sering pula koagulum disimpan di dalam
bak-bak atau tempat penyimpanan yang kotor, seperti dalam karung goni. Atau ketika menggumpalkan lateks dipergunakan
bahan-bahan lain yang merusak mutu koagulum seperti larutan pupuk TSP.
Bokar yang bermutu rendah
juga dapat disebabkan tidak
seragamnya bahan olah yang dihasilkan.
Sering hasil yang diperoleh dari pohon seperti skrep, lum, dan lateks
dicampur menjadi satu –disebut ojol- dengan kadar karet kering yang rendah.
Bokar berupa ojol/sleb tebal tersebut adalah yang terbanyak dihasilkan petani
karet, yaitu sekitar 61%. Berbagai upaya penyu-luhan dan bimbingan perlu terus
dilakukan agar mutu Bokar dapat ditingkatkan, sehingga harga yang diterima
petani akan semakin tinggi. Rokomendasi
yang dianjurkan kepada petani adalah agar menghasilkan bahan olah berupa
lateks, sleb tipis, sit angin, dan lum mangkok.
Harga bahan olah karet pada dasarnya ditentukan dengan
mempertimbangkan biaya pengolahan dan
administrasi yakni Harga FOB pelabuhan
setempat, Pemasaran dan penanganan (meliputi : pengiriman dari pabrik ke
pelabuhan, sewa gedung penyimpanan (>
11 hari), instalasi, asuransi barang/produk, ongkos pemuatan pelabuhan (OPP),
provisi bank, iuran GAPKINDO, analisis dan sertifikasi), Pengolahan (biaya umum
dan lingkungan pabrik dan pengolahan limbah, gaji dan tunjangan, biaya langsung
seperti alat dan perkakas, bahan kimia, bahan dan alat analisa, bahan bakar dan
minyak pelumas, penerangan dan air, forklift,
pemeliharaan seperti bangunan
pabrik, mesin/instalasi, dan perlengkapan lainnya, biaya pengepakan/kemas,
asuransi pabrik, penyusutan pabrik, harga bersih di pabrik (100% KKK), Kadar
karet kering (%) , Harga produk karet di timbangan pabrik dan biaya
administrasi. Dari komponen-komponen harga di atas dapat diketahui bahwa harga
yang diterima oleh pekebun atau petani atas bahan olah karet yang dijualnya
ditentukan oleh :
·
Jenis bahan olah karet
·
Kadar karet kering
·
Mutu karet yang akan dihasilkan
·
Notering
harga
Karena setiap jenis bahan olah karet
akan menghasilkan mutu karet ekspor tertentu, maka harga juga sangat ditentukan
oleh mutu karet ekspor tersebut. Secara
umum, harga untuk setiap jenis bahan olah ditentukan dengan rumus :
Harga
= KKK x % FOB x Notering
Persentase FOB (free on board) adalah proporsi biaya pengolahan dan biaya
administrasi penjualan yang dikeluarkan untuk setiap mutu karet ekspor sampai
di atas kapal terhadap harga FOB di pelabuhan. Dari komponen biaya tadi, nilai
FOB ditentukan dengan :
% FOB = 100 - % biaya olah
PP + O + S + A
Biaya olah
=----------------------------- x 100%
Harga FOB pelabuhan
dimana :
PP = biaya
pemasaran/pelabuhan
O = biaya pengolahan
S = biaya penyusutan
A = biaya administrasi
Tabel 56. Persentase harga FOB secara umum
menurut mutu karet ekspor yang
dihasilkan
Bahan olah
|
Mutu
|
%FOB
|
Lateks
|
Lateks pekat
|
85 - 90
|
|
RSS/ADS
|
80 – 85
|
|
SIR3 CV, 3L dan 3 WF
|
75-80
|
Sit angin
|
RSS/ADS
|
80 – 85
|
|
SIR 10, 20
|
75 – 80
|
Sleb tipis
|
SIR 5, 10, dan 20
|
70 - 75
|
Lump segar
|
SIR 5, 10, dan 20
|
70 - 75
|
Komentar