Langsung ke konten utama

TANAMAN NENAS DI TBM KARET

Inovasi senantiasa diperlukan, untuk dua hal utama yakni peningkatan nilai tambah dan efisiensi pengelolaan. Itulah inspirasi yang mendasar ketika kami mengunjungi penanaman  awal nenas di areal TBM karet kebun Batu Jamus. Kebun ini merupakan pioner pengelolaan tanaman semusim di areal TBM karet dari seluruh kebun karet yang pernah kami kunjungi, sehingga patut dicermati dengan seksama. Bincang-bincang dengan pengelola areal tersebut mengurai bahwa nenas ditanam berjarak 70 cm x 70 cm di gawangan barisan tanaman karet. Bibit untuk areal  seluas 2 ha sebagai penanaman awal itu diperoleh dari Blitar (Jawa Timur). Diperkirakan, sebanyak 6816 tanaman nenas per ha ditanam beberapa bulan setelah karet ditanam akan menjadi potensi yang menguntungkan selama tajuk tanaman karet belum membentuk self shading, atau memasuki masa Tanaman Menghasilkan (TM). Dalam tinjauan agronomi, jelas, nenas tidak menjadi inang penyakit, terutama JAP.

 Langkah pioner dan awal penanaman nenas di areal TBM karet ini jelas prospektif, apalagi dipertimbangkan pada periode penanaman berikutnya, bibit tidak lagi menjadi investasi yang khusus karena nenas sudah menghasilkan bibit untuk ditanam pada periode berikutnya.
Mengurangi emisi CO2
Menanam nenas di gawangan TBM karet pada dasarnya bukanlah “barang” baru. Proyek pengurangan emisi karbon yang dikenal dengan ICCTF (Indonesia Climate Change Trust Fund ) telah memprakarsai penanaman nenas di gawangan karet, berlokasi  di Sei Panenga, Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Program penanaman seluas 100 ha yang diimplementasikan dalam kegiatan REDD+(Reducing Emission from Deforestation and Degredation). Proyek itu didanai oleh lembaga/pemerintah internasional. Duta besar Norwegia bahkansudah berkunjung ke proyek percontohan itu. Kebun Batu Jamus sebagai pioneer untuk skala BUMN dinilai sebagai kebijaksanaan manajemen yang patut diikuti.

 Dengan menanam nenas, keuntungan yang dipetik masyarakat dunia adalah terciptanya penurunan emisi CO2.  Bila lahan hanya berupa semak saja , maka akan menimbulkan emisi CO2 sebanyak 97,25 ton per ha per tahun. Tetapi bila lahan dikelola sebagai kebun karet yang dikombinasikan dengan tanaman nenas di gawangannya disertai pupuk kandang ayam, emisi CO2 hanya dihasilkan 45,57 ton per ha per tahun, atau lebih rendah sekitar 53%. Ini dimenasi lain dari penananaman nenas di gawangan TBM karet. Bukan soal untung rugi secara ekonomi saja, tetapi keuntungan ekologinyapun menjadi nilai yang tersendiri. Sukses kebun Batu Jamus, semoga diikuti kebun lain 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INDUKSI PERCABANGAN TANAMAN KARET

Pada tanaman karet muda sering dijumpai tanaman yang tumbuhnya meninggi tanpa membentuk cabang. Tanaman dengan pertumbuhan seperti ini pertumbuhan batangnya lambat sehingga terlambat mencapai matang sadap, selain itu bagian ujungnya mudah dibengkokan oleh angin, akibatnya akan tumbuh tunas cabang secara menyebelah, sehingga tajuk yang terbentuk menjadi tidak simetris. Keadaan cabang seperti ini akan sangat berbahaya karena cabang mudah patah bila diterpa angin kencang. Beberapa klon yang pada awal pertumbuhannya cenderung meninggi dan lambat bercabang, diantaranya adalah klon GT 1 dan RRIM 600. Induksi percabangan selain untuk memodifikasi bentuk tajuk tanaman juga bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan lilit batang tanaman. Ketinggian cabang yang dikehendaki umumnya 2.5-3 m dari pertautan okulasi. Bagi klon-klon yang pertumbuhan cabangnya lambat dan baru terbentuk di atas ketinggian tiga meter, perlu dilakukan perangsangan untuk mempercepat pembentukan cabang agar tajuk tanaman l...

JENIS OKULASI PADA HEVEA

JENIS OKULASI PADA HEVEA Ditinjau dari umur batang bawah, jenis okulasi pada Hevea terdiri dari okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi cokelat. Ketiganya dibedakan atas umur batang bawah, pengelolaan batang bawah, dan tentu saja kriteria entres sebagai sumber mata okulasi. Secara teknis, pelaksanaannya sama, yakni dengan membuka jendela okulasi pada batang bawah, menempelkan mata okulasi, dan memeriksa hasil okulasinya. Okulasi dini Okulasi dini biasanya dilakukan pada saat batang bawah berumur 3 – 4 bulan, dengan kayu entres yang dipotong bila berdiamater 2 – 3 cm. Okulasi dini sangat memerlukan keterampilan yang tinggi disertai dengan manajemen yang sangat akurat. Tingkat keberhasilan okulasi dini sangat ditentukan oleh keduanya. Saat ini, okulasi dini jarang diterapkan, tetapi merupakan bagian dari teknologi budidaya karet yang sudah memiliki baku teknis. Batang bawah yang akan digunakan adalah dengan menanam 2 biji secara langsung di polibeg, kemudian diseleks...

PENTINGNYA TAPPING SCHOOL

Saat ini, tapping school (pelatihan penyadapan karet secara periodik) sudah tidak pernah lagi dilaksanakan pada seluruh perkebunan karet. Padahal, aspek ini sangat penting terhadap dua hal: 1) peningkatan produksi dan mempertahankannya secara konsisten 2) kesinambungan produksi sesuai dengan umur  ekonomi pohon. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa umur ekonomi yang singkat bersumber dari kesalahan dan keserampangan penyadapan karet. Konsumsi kulit yang tinggi, kedalaman sadap yang tidak terkendali, bahkan bentuk spiral yang tidak sesuai dengan program penyadapan adalah hal yang sangat jamak ditemui saat ini di perkebunan karet. Dengan keadaan ini,perkebunan karet kita menjadi sangat rentan terhadap kesinambungan produksi yang tinggi. Penyadapan karet sesungguhnya merupakan keterampilan yang perlu dilatih an dievaluasi. Hal ini terutama bagi penyadap pemula. Tapping school perlu digiatkan lagi, baik pada sore hari di depan emplasemen maupun pada lokasi-lokasi tertentu pada per...